Laman

SELAMAT DATANG

===SELAMAT DATANG DI BLOG EKO===

Jumat, 24 Februari 2012

Asas Perundang-Undangan

                                                                    BAB II
                                           ASAS PERUNDANG-UNDANGAN

1.    Beberapa Asas Perundang-Undangan Berdasarkan Ketetapan Pemerintah.
       Dalam bab ini akan dibahas tentang beberapa asas yang digunakan dalam pembentukan dan proses perundang-undangan :

A.    Asas Tingkat Hirarki
       Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan isi perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya. Berdasarkan asas ini dapatlah diperinci hal-hal sebagai berikut:
a.    Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau menyampaingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tetapi yang sebaliknya dapat.
b.    Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi tingkatannya.
c.    Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah, diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih rendah.
d.    Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah. Tetapi hal yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidaklah baik apabila perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundang-undangan yang lebih rendah. Apabila terjadi hal demikian itu maka menjadi kaburlah pembagian wewenang mengatur di dalam suatu negara. Disamping itu , badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah.
        Asas tersebut diatas sangatlah penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas tersebut akan menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-pastian dari sistem perundang-undangan. Bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpang siuran perundang-undangan.
B.    Undang-Undang Tak Dapat Diganggu Gugat
       Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (teotsingsrecht). Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada dua macam yakni:
a.    Hak menguji secara materil (materiele toetsingsrecht) yaitu, menguji materi atau isi perundang-undangan apakah bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
b.    Hak menguji secara formal (formele toetsingsrecht) yaitu menguji apakah semua formalitas atau tata cara pembentukannya sudah dipenuhi.
       Materi atau isi undang-undang tidak dapat diuji oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentukannya sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan perubahan hanyalah badan pembentuk undang-undang itu sendiri (Pemerintah dengan persetujuan DPR) atau badan yang berwenang lebih tinggi.
       Kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia mempunyai hak menguji perundang-undangan secara materil yang terbatas yakni terhadap perundang-undangan dibawah derajat undang-undang (yang lebih rendah dari undang-undang).
C.    Undang-Undang Yang Bersifat Khusus Menyampingkan Undang-Undang Yang Bersifat Umum (lex Specialis  Derogat Lex Generalis)
       Undang-undang yang umum adalah yang mengatur persoalan-persoalan pokok secara umum dan berlaku umum pula. Disamping itu ada undang-undang yang juga menyangkut persoalan pokok tersebut tetapi mengaturnya secara khusus menyimpang dari ketentuan-ketentuan undang-undang yang umum tersebut. Yang terakhir ini disebut undang-undang khusus.
       Kekhususan itu karena sifat hakikat dari masalah atau persoalannya sendiri. Atau karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsik yang khusus. Sehingga perlu pengaturan secara khusus. Sebagai contoh, bahwa dalam negara RI ada hukum pidana umum yang terdapat dalam KUHP yang berlaku umum (berlaku bagi setiap penduduk). Sungguhpun demikian, bagi suatu golongan tertentu, dalam hal ini misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu: untuk bertempur menggunakan kekerasan (senjata), maka perlu bagi militer tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus, menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus itu, antara lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi yaitu, perbuatan meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk kalngan militer diadakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang disamping KUHP yang bersifat umum.
D.    Undang-Undang Tidak Berlaku Surut
       Asas tersebut berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het recht). Lingkungan kuasa hukum meliputi:
a.    Lingkungan kuasa tempat (ruim tege bied) yang menunjukan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Apakah sesuatu ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku untuk seluruh wilayah Negara atau hanya sebagian wilayah Negara (Daerah Tingkat I tertentu atau Daerah Tingkat II tertentu saja).
b.    Lingkungan kuasa persoalan (zakengebied) yaitu, menyangkut masalah atau persoalan yang diatur, misalnya, apakah mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik, lebih sempit lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan kewarganegaraan dan lain-lain sebagainya.
c.    Lingkungan kuasa orang (personengebied) yaitu, menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk ataukah hanya untuk pegawai negeri saja misalnya, ataukah hanya untuk kalangan anggota ABRI saja dan lain sebagainya.
d.    Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebield) yang menunjukan sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum dan perundang-undangan.
       Undang-undang dibuat dengan maksut untuk keperluan masa depan semenjak undang-undang itu diundangkan. Tidaklah layak apabila sesuatu yang ditentukan dalam undang-undang itu dibuat dan diundangkan. Karena bila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan bermacam-macam akibat yang tidak baik.

E.    Undang-Undang Yang Baru Menyampingkan Undang-Undang Yang Lama (Lex Posteriori Derogat Lex  Priori)
        Apabila ada sesuatu masalah yang diatur dalam suatu undang-undang (lama), diatur pula dalam undang-undang yang baru, maka ketentuan undang-undang yang baru yang berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud dan tujuan maupun maknanya.
        Berlakunya asas ini ada juga pengecualian dalam penggunaan undang-undang. Contoh: kembali kepada ketentuan pasal 1 ayat 2 KUHP seperti tersebut diatas. Ketentuan tersebut memungkinkan pila masih tetapnya dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan undang-undang yang alam apabila memang ketentuan itu yang paling menguntungkan si tersangka atau si terdakwa.
2.    Asas Perundang-Undangan Menurut beberapa ahli.
       Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang asas-asas pembentukan perundang-undangan yaitu pendapat dari I.C Van der Vlies dan pendapat A Hamied S. Attamimi, yang sama-sama menjelaskan tentang asas-asas apa saja yang baik untuk pembentukan Perundang-undangan.
       Dalam bukunya yang berjudul Het Wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving I.C Van der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan-peraturan yang patut (beginselen van behoorlijke regelgeving) ke dalam asas-asas yang formal dan material.
Asas-asas yang formal meliputi:
i.    Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling).
ii.    Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan).
iii.    Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel).
iv.    Asas dapat dilaksanakan (hetbeginsel van uitvoerbaarheid).
v.    Asas konseus (het beginsel van consesus).
Asas-asas yang material meliputi:
i.    Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke systematiek).
ii.    Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid).
iii.    Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel).
iv.    Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel).
v.    Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling).
        Sedangkan A. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa bagi pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut asas-asas tersebut secara berurutan dapat disusun sebagai berikut:
a.    Cita Hukum Indonesia.
b.    Asas Negara Berdasarkan Hukum dan asas Pemerintahan Berdasarkan Sistem Konstitusi.
c.    Asas-asas lainnya.
       Dengan demikian, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan oleh:
a.    Cita Hukum Indonesia yang tidak lain Pancasila [Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai cita (idee), yang berlaku sebagai “bintang pemandu”].
b.    Norma Fundamental Negara yang juga tidak lain Pancasila (sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Norma).
c.    (1). Asas-asas Negara Berdasarkan Atas Hukum yang menempatkan Undang-undang sebagai alat pengukur yang khas berada dalam keutamaan hukum (der primat des rechts).
(2). Asas-asas  Pemerintahan Berdasarkan Sistem Konstitusi yang menempatkan Undang-undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut itu meliputi juga:
1)    Asas tujuan yang jelas.
2)    Asas perlunya pengaturan.
3)    Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat.
4)    Asas dapatnya dilaksanakan.
5)    Asas dapatnya dikenali.
6)    Asas perlakuan yang sama dalam hukum.
7)    Asas kepastian hukum.
8)    Asas pelaksanaan hukum.
       Apabila mengikuti pembagian mengenai adanya asas yang formal dan asas yang material, maka A. Hamid S. Attamimi cenderung untuk membagi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut tersebut ke dalam:
a.    Asas-asas formal, dengan perincian:
1)    Asas tujuan yang jelas
2)    Asas perlunya peraturan
3)    Asas organ/lembaga yang tepat
4)    Asas materi muatan yang tepat
5)    Asas dapatnya dilaksanakan, dan
6)    Asas dapatnya dikenali.
b.    Asas-asas material, dengan perincian
1)    Asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara
2)    Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara
3)    Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Berdasar Atas Hukum
4)    Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi.
       Dengan mengacu pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut tersebut, dapat kita harapkan terciptanya peraturan perundang-undangan yang baik dan dapat mencapai tujuan secara optimal dalam pembangunan hukum di Negara Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar