Laman

SELAMAT DATANG

===SELAMAT DATANG DI BLOG EKO===

Selasa, 12 Juni 2012

Latar Belakang Proses Perundang-Undangan

A.    Proses Perundang-Undangan.
1.    Latar Belakang
       Apabila kita melihat dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, maka terlihat bahwa Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 agustus 1945 adalah negara yang berdasarkan pada hukum (Rechtsstaat) dalam arti negara pengurus (Verzorgingsstaat). Hal ini tertulis dalam Pembukaan UUD1945 alinea ke-4 yang berbunyi sebagai berikut:

“..... untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial....”
       Dengan diembannya tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum tersebut, maka menjadi pentinglah arti pemebentukan peraturan-peraturan negara kita, karena campur tangan negara dalam mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan yang diselenggarakan dengan pembentukan perundang-undangan, yang secara lambat namun pasti mendorong pada usaha pengembangan ilmu di bidang perundang-undangan.
       Fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan itu semakin terasa diperlukan kehadirannya karena di dalam negara yang berdasar atas hukum modern (Verzorgingingstaat), tujuan utama pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, melainkan menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat (T Koopmans).
2.    Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan dan Proses Perundang-Undangan
Pengetahuan tentang perundang-undangan akan dapat memberikan pengertian-pengertian antara lain:
a.    Tentang norma-norma hukum dan tata urutan atau hirarkinya.
b.    Lembaga-lembaga negara yang berwenang membuat perundang-undangan
c.    Lembaga-lembaga pemerintahan yang mempunyai wewenang di bidang perundang-undangan.
d.    Tata susunan norma-norma negara Republik Indonesia.
e.    Jenis-jenis perundang-undangan beserta dasar hukumnya.
f.    Asas-asas dan syarat-syarat serta landasan-landasannya.
g.    Teknik perundang-undangan dan proses pembentukannya.
       Ilmu pengetahuan perundang-undangan yang merupakan terjemahan dari Gesetzgebungswissenschaft, adalah cabang ilmu baru, yang mula-mula berkembang di Eropa Barat, terutama di negara-negara yang berbahasa jerman.
       Tokoh-tokoh utama yang mencetuskan bidang ilmu ini, antara lain adalah Peter Noll (1973), Jurgen Rodig (1975), Burkhardt Krems (1979), dan Werner Maihofer (1981). Di Belanda antara lain S.O van Poelje (1980) dan W.G van der Velden (1988).
       Menurut Burkhardt Krems, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan merupakan ilmu yang interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang secara garis besar dapat menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.    Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan, makna atau pengertian, dan bersifat kognitif.
2.    Ilmu Perundang-undangan (Gesetgebungslehre), yang berorientasi pada melakukan perbauatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif.
Burkhardt Krems membagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu :
2.1    Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren).
2.2    Metode Perundang-undangan (Gesetgebungsmhetode).
2.3    Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungtechnik).
       Ketentuan yang mengatur proses perundang-undangan antara lain adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun1970. Instruksi Presiden tersebut hanya mengatur dalam garis-garis besarnya yang menyangkut proses pembentukan undang-undang dan peraturan pemerintah.
Dari instruksi presiden tersebut dapatlah diurutkan proses sebagai berikut:
1.    Masing-masing Departemen dan Lembaga Pemerintah non Departemen mempersiapkan rancangan undang-undang (RUU) dan rancangan peraturan pemerintahan (RPP) yang menyangkut bidang masing-masing. (pasal 1).
2.    Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintahan non Departemen melaporakan kepada Presiden tentang pokok-pokok materi serta urgensinya dan meminta persetujuan Presiden. (pasal 2 ayat 1).
3.    Apabila disetujui Presiden, Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintahan non Departemen tersebut membentuk panitia. Bila materinya menyangkut bidang departemen lain dan Lembaga Pemerintahan non Departemen (pasal 2 ayat 2).
4.    Hasil dari Panitia tersebut di atas diedarkan kepada:
    a.    Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang  erat hubungannya dengan materi yang diatur guna memperoleh tanggapan dan pertimbangan.
    b.    Menteri Kehakiman untuk memperoleh tanggapan dan pertimbangan dari sudut hukum.
    c.    Sekretaris Kabinet untuk mempersiapkan rancangan tersebut selanjutnya (pasal 3 ayat 1).
5.    Tanggapan dan pertimbangan diterima dari menteri dan Kepala Lembaga Pemerintahan non Departemen.
6.    Untuk mengolah tanggapan dan pertimbangan tersebut, Departemen atau Lembaga Pemerintahan non Departemen pemrakarsa mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Departemen atau Lembaga Pemerintahan non Departemen yang bersangkutan (pasal 4).
7.    Hasil yang sudah memperoleh kebulatan pendapat atas materi RUU dan RPP disampaikan kepada Presiden disertai penjelasan mengenai pokok materi dari rancangan serta proses penggarapannya. (pasal 5).
Selanjutnya berdasarkan pada praktek (kebiasaan) yang telah berjalan selama ini dapat ditambahkan runtutan proses berikutnya mengenai undang-undang sebagai berikut:
   a.    Pemerintah menyerahkan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan disertai amanat Presiden.
   b.    Apabila RUU tersebut disetujui oleh DPR maka oleh DPR disampaikan kembali kepada Presiden dengan surat yang menyatakan persetujuan tersebut.
   c.    Presiden mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang dengan menandatanganinya.
   d.    Menteri/Sekretaris Negara mengundang dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

       Suatu produk hukum disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan ,  harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1.    bersifat tertulis
2.    mengikat umum
3.    dikeluarkan oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang
       Berdasarkan kriteria diatas, maka tidak setiap aturan tertulis yang dikeluarkan Pejabat merupakan Peraturan perundang-undangan, sebab dapat saja bentuknya tertulis tapi tidak mengikat umum, namun hanya untuk perorangan berupa Keputusan (Beschikking) misalnya. Atau ada pula aturan yang bersifat untuk umum dan tertulis, namun karena dikeluarkan oleh suatu organisasi maka hanya berlaku untuk intern anggotanya saja. Dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945, misalnya dapat disebutkan bentuk perundang-undangan, yang jelas-jelas memenuhi tiga kriteria di atas adalah “Undang-undang”.
3.    Peristilahan
       Istilah  perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau Gesetzgebung) mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:
1.    Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah.
2.    Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
       Apabila kita membicarakan Ilmu Perundang-perundangan, maka kita membahas pula proses pembentukan/perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara, sekaligus seluruh peraturan negara yang merupakan hasil dari pembentukan peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
       Selain itu istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis (bentuk) peraturan (produk hukum tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang.
4.    Fungsi Ilmu Perundang-undangan
       Kita mengetahui bahwa dengan berdirinya Negara Republik indonesia kita mengenal adanya bermacam-macam hukum, baik hukum tertulis  yang merupakan peraturan-peraturan peninggalan zaman hindia Belanda maupun hukum tidak tertulis yang merupakan hukum adat yang beraneka ragam.
Hukum nasional Indonesia dewasa ini masih dalam proses pembentukan. Beberapa perundang-undangan nasional (dalam arti perundang-undangan nasional yang dibentuk setelah Indonesia) memang telah ada, namun apakah perundang-undangan itu telah sesuai dengan Cita Hukum Nasional, kita perlu menelitinya dengan cermat.
       Oleh karena dalam perkembangannya kita tidak selalu mengandalkan lagi terbentuknya peraturan-peraturan negara dengan kodifikasi, yang memerlukan waktu yang lama, maka dalam memenuhi kebutuhan kita membentuk Hukum Nasional tidak dapat kecuali dengan cara membentuk hukum yang tertulis, yang membentuknya relatif cepat.
       Apabila demikian, pengembangan Ilmu Perundang-undangan terasa semakin perlu untuk membentuk Hukum Nasional, karena Hukum Nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Selain itu, pembentukan hukum tertulis itu dirasakan sangat perlu bagi perkembangan masyarakat dan negara saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar